Untuk Apa Menulis Jika Tidak Dibaca?
Saya mendapatkan pertanyaan ini ketika mengisi acara bedah buku “Resep Ajaib Menulis Novel”. Pertanyaan ini seolah menyatakan bahwa ketika kita menulis dan tahu bahwa nantinya tulisan kita tidak banyak orang untuk membaca, maka untuk apa kita menulis?
Coba kita perhatikan apa yang dilakukan perempuan ketika mereka menulis. Ya, perempuan ketika menulis tidak pernah berpikir untuk dibaca banyak orang tulisannya, bahkan seringkali menyembunyikan hasil tulisannya dalam sebuah agenda yang tertutup dan dikunci dengan gembok yang sedemikian rupa. Lalu untuk apa mereka menulis?
Menulis menjadi sebuah media untuk mengeluarkan gejolak gelisah yang ada di dalam hati kita. Tulisan memang sebuah sarana paling ampuh untuk mengeluarkan segala amarah, sedih, bahkan rasa bahagia, banyak ungkapan yang tidak bisa diucapkan, mampu untuk ditulis dan membuat isi hati menjadi lega kemudian.
Menulis memiliki sisi lain sebagai terapi untuk hati yang gundah gulana. Anda pasti tahu curhat dengan bercerita ke teman menjadikan hati yang tadinya sesak menjadi terasa plong kemudian. Begitu juga dengan menulis. Ajaibnya, ketika curhatan tersebut tertata, dan kemudian enak dibaca, justru banyak orang yang ingin menikmati hasil karya Anda. Catatan Hati Seorang Istri adalah salah satu contohnya.
Isi dari buku tersebut adalah cerita-cerita dramatis dalam bentuk curahan hati oleh sosok perempuan. Asma Nadia mengemasnya dengan manis, dan menyajikannya menjadi sebuah buku yang selanjutnya justru menjadi cermin bagi para perempuan yang merasakan hal yang sejenis.
Maka Anda tetap harus menulis meski tahu tidak banyak yang akan membaca, karena bisa jadi justru dengan menulis hati Anda tenang dan nyaman dalam menghadapi setiap persoalan.
Coba kita perhatikan apa yang dilakukan perempuan ketika mereka menulis. Ya, perempuan ketika menulis tidak pernah berpikir untuk dibaca banyak orang tulisannya, bahkan seringkali menyembunyikan hasil tulisannya dalam sebuah agenda yang tertutup dan dikunci dengan gembok yang sedemikian rupa. Lalu untuk apa mereka menulis?
Menulis menjadi sebuah media untuk mengeluarkan gejolak gelisah yang ada di dalam hati kita. Tulisan memang sebuah sarana paling ampuh untuk mengeluarkan segala amarah, sedih, bahkan rasa bahagia, banyak ungkapan yang tidak bisa diucapkan, mampu untuk ditulis dan membuat isi hati menjadi lega kemudian.
Menulis memiliki sisi lain sebagai terapi untuk hati yang gundah gulana. Anda pasti tahu curhat dengan bercerita ke teman menjadikan hati yang tadinya sesak menjadi terasa plong kemudian. Begitu juga dengan menulis. Ajaibnya, ketika curhatan tersebut tertata, dan kemudian enak dibaca, justru banyak orang yang ingin menikmati hasil karya Anda. Catatan Hati Seorang Istri adalah salah satu contohnya.
Isi dari buku tersebut adalah cerita-cerita dramatis dalam bentuk curahan hati oleh sosok perempuan. Asma Nadia mengemasnya dengan manis, dan menyajikannya menjadi sebuah buku yang selanjutnya justru menjadi cermin bagi para perempuan yang merasakan hal yang sejenis.
Maka Anda tetap harus menulis meski tahu tidak banyak yang akan membaca, karena bisa jadi justru dengan menulis hati Anda tenang dan nyaman dalam menghadapi setiap persoalan.