Fungsi Paragraf Komparasi atau Perbandingan
Contoh: ketika mengatakan masjid di desa Ponolawen sangat megah dibandingkan dengan masjid Agung Pekalongan. Orang pasti akan mengira kemegahannya biasa. Namun demikian ketika perbandingan ini ditulis, masjid di desa Ponolawen sangat megah dibandingkan masjid Kubah Mas. Pasti pembaca dari tulisan ini terkesima, masjid Kubah Mas saja begitu megah, apalagi masjid Ponolawen.
Yang sering terjadi adalah, perbandingan yang ditulis cenderung tidak seimbang. Dalam arti jika ingin membandingkan dari sisi kelebihan sebuah sekolah, maka sekolah A harus dilihat dari segi kurikulum, sekolah B juga harus dilihat dari segi kurikulum. Bukan membandingkan dari sekolah A kurikulum, tapi sekolah B justru dilihat dari fasilitas. Ini paragraf komparasi atau perbandingan yang fatal. Bahkan penulisnya akan terlihat bodoh.
Belum lagi ketika membandingkan tiga hal di satu paragraf, jika belum memiliki kelihaian, maka pembaca akan sulit mencerna. Paragraf yang sedemikian pendek terlalu ribet jika dijadikan perbandingan lebih dari dua hal. Kalaupun memang ada tiga hal yang harus dibandingkan, maka yang ketiga lebih baik di paragraf selanjutnya.
Penulis juga harus punya seni dalam membandingkan dua hal yang dikomparasikan. Menjadikannya head to head, atau justru menjelaskannya terlebih dahulu secara tuntas, baru kemudian dibandingkan dengan yang lainnya. Ini tergantung bahan dan bagaimana gaya penulis dalam memaparkan.
Oleh sebab itu banyak tulisan justru ketika memasukkan sebuah perbandingan, tidak menjadikan penjelasannya semakin gamblang, namun justru membuat pembaca semakin pusing dan mengernyitkan dahi untuk benar-benar memahami maksud dari tulisan. Jika ingin kuat di tulisan non fiksi, maka paragraph komparatif atau paragraf perbandingan harus dikuatkan.