Royalti Penulis di Indonesia

Royalti Penulis di Indonesia

idliterature.wordpress.com
Menulis buku menjadi impian semua penulis, ini sebuah penegasan dari identitas penulis itu sendiri bahwa dirinya memang seorang penulis. Gengsi memiliki buku memang tinggi, sayangnya seringkali tidak lahir karya kedua, ketiga, dan seterusnya. Hanya mangkir di karya pertama. Boleh jadi alasannya adalah royalti. Ya, banyak yang tidak mengetahui realitas royalti penulis di penerbit. Berikut akan kami jelaskan secara detil. 

Rata-rata royalti penulis di Indonesia sebesar 5-10% dari harga buku. Jika harga buku 100.000, maka royalti yang akan diterima sebesar 5.000-10.000. Rata-rata penerbit di Indonesia mencetak 2.000 eksemplar, maka royalti yang diterima berkisar 10.000.000 sampai 20.000.000. Terlihat besar bukan? Tapi, nyatanya tidak demikian. Royalti dihitung dari buku yang laku di pasaran. Jika hanya terjual 1.000, maka royalti yang didapatkan berkisar 5.000.000-10.000.000. Ingat ini hanya perkiraan dengan harga buku 100.000. Padahal di Indonesia rata-rata harga buku sekarang (2015) sekitar 40.000-60.000.

Uniknya lagi, tidak banyak penulis yang mendapatkan royalti benar-benar 10%. Jika di penerbit kecil, maka hanya mendapatkan 5%, alasannya kemampuan penerbit memang memberikan hanya 5%. Namun di penerbit yang sedikit lebih besar akan mendapatkan royalti sekitar 8%, alasannya masih penulis pemula di penerbitnya. Sangat jarang yang mampu mencapai royalti 10%.

Sekarang ada sistem yang lebih miris lagi. Royalti penulis dibayar dengan buku. Jadi penulis akan mendapatkan 10% dari total cetak. Sekitar 200 eksemplar buku. Nanti terserah penulis bagaimana menjualnya. Sayangnya tidak banyak penulis yang bisa menjual sendiri bukunya, akhirnya dibagikan. 

Untuk persoalan royalti, paling bagus adalah penerbit yang sudah besar dan mapan. Biasanya akan memberikan sebesar 8-12% dari harga buku. Terutama Republika, atau Gramedia yang memiliki jaringan toko buku sendiri. Namun demikian antrinya naskah di sana sampai harus menunggu 2-4 bulan (belum update) untuk mendapatkan jawaban. 

Umumnya, pembayaran dilakukan tidak langsung setiap bulan kepada penulis. Penerbit besar biasanya tiga bulan sekali, penerbit kecil enam bulan sekali. Anda tahu kenapa demikian? Karena royaltinya kecil jika hanya perbulan. Ya, penjualan buku memang tidak begitu cepat.

Yang paling menjengkelkan untuk banyak penulis adalah ketidakjujuran penerbit dalam memberikan laporan kepada penulis. Biasanya dalam kasus cetak ulang, sudah cetak ulang dua kali hanya diberitahu dicetak ulang sekali. Terutama penerbit menengah ke bawah (tentu saja tidak semua). Bagi yang sudah sering berhubungan dengan penerbit kemungkinan besar sudah mengetahui hal demikian. 

Wajar jika kemudian banyak penulis mapan justru menggunakan indie publishing, menerbitkan sendiri. Contoh, Asma Nadia, Dukut Imam Widodo, bahkan Dr. Alfan Alfian juga menerbitkan secara indie.

Memang menerbitkan di penerbit memiliki kelebihan yang tidak bisa dimiliki penerbit Indie (akan dijelaskan lebih detil), terutama kecepatan dalam menegenalkan nama penulis kepada publik, apalagi penerbit indie sangat melelahkan (cek di sini). Namun demikian hal-hal di atas layak dijadikan pertimbangan bagi Anda yang sudah menekuni dunia tulis menulis.