Menulis Sendiri atau Bersama-sama?
blog.sribu.com |
Proyek semacam ini sebenarnya sangat populer dalam pembuatan buku ilmiah, sudah sangat biasa, terutama buku-buku ilmiah dari negara-negara barat yang mengikuti konsep pembuatan jurnal. Di Indonesia proyek seperti ini juga sudah biasa untuk buku-buku ilmiah. Namun demikian yang sering terjadi sekarang adalah pembuatan buku bersama dalam konten populer atau fiksi.
Buku bersama sebenarnya memiliki banyak keuntungan bagi penulis-penulis yang ada di dalamnya. Terutama jika editornya benar-benar handal. Sifat buku bersama adalah mengkompilasi tulisan-tulisan terbaik dari personal agar menjadi kumpulan tulisan yang fenomenal. Akibatnya, buku tersebut menjadi kuat secara kualitas.
Namun demikian, biasanya yang ditonjolkan dalam buku bersama hanyalah dua. Pertama, penulis yang paling ternama. Biasanya yang paling dikenal, atau yang paling otoritatif dalam menulis kajian tersebut. Kedua, editor atau kompilator dari artikel-artikel tersebut. Karena tidak bisa dimungkiri bahwa kehandalan kompilator adalah penentu dari kebagusan kualitas buku tersebut.
Memang jangan berharap secara nama akan terangkat, kecuali artikel Anda dalam buku tersebut jauh lebih bersinar dibanding yang lain, lagi-lagi kualitas. Jangan berharap lebih juga akan royalti dari sebuah buku, karena sangat jarang dengan model seperti ini royalti selalu dibagi-bagi, lebih ke konsep beli putus untuk kumpulan penulis yang ada di dalamnya. Namun berharaplah sebagai pembangun pondasi awal motivasi untuk menulis lebih jauh. Cv Anda secara otomatis akan memiliki nilai tersendiri ketika sudah memiliki tulisan yang dikompilasikan menjadi buku.
Yang unik biasanya para penulis yang memiliki motivasi yang terpenting karya tulisnya dibukukan, pokoknya dibukukan. Biasanya tidak ada kompilator handal yang membrendel tulisan-tulisan jelek dan mengasah tulisan bagus menjadi lebih cling. Akibatnya bukan kumpulan tulisan bagus, namun hanya tulisan-tulisan sangat biasa.
Proyek seperti ini jangan berharap lebih untuk kemudian buku tersebut dikenang pembaca. Namun hanya sekadar kebanggaan di antara komunitas. Apalagi orang Indonesia minat baca bukunya rendah, jika disodorkan buku yang kurang baik kualitasnya, maka lebih enggan lagi mereka untuk membaca.
Secara pribadi, penulis lebih mendorong penulis untuk menghasilkan karya secara mandiri. Secara prestisi lebih besar, secara otoritas keahlian lebih diakui, pembaca juga lebih mudah mengingat karya dan penulisnya. Apalagi didampingi editor handal, tulisannya sudah dapat dipastikan keren dan ajib. Ingat, Indonesia lebih senang jaminan dari yang sudah membaca, bukan iklan. Maka sifat buku di Indonesia lambat namun pasti.
Kendala utama dalam penulisan buku secara pribadi adalah sulitnya menghasilkan buku yang sedemikian banyak halamannya, dan berkualitas. Itu memang sudah pasti. Oleh sebab itu banyak yang memilih untuk kompilasi artikel saja. Belum lagi jika didampingi editor dan banyak perbaikan, biasanya penulis enggan. Namun kesulitan dalam menulis mandiri akan terbayar nantinya dengan apresiasi lebih dari pembaca.